Sekretariat : Apartemen Sudirman Park Unit A-36-BF, Jl. KH. Mas Mansyur Kav.35, Jakarta Pusat 10220
Phone: 081351471956 (Arief), 087880054874 (Annisa)
Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

Jumat, 18 Juli 2008

Ingin Memiliki email : nama anda@fkpsudirmanpark.co.cc

Mulai Saat ini teman-teman yang biasa mengunjungi web blog di www.fkpsudirmanpark.blogspot.com saat ini dapat diakses di www.fkpsudirmanpark.co.cc

dan yang ingin memiliki email: nama anda@fkpsudirmanpark.co.cc

example: budi@fkpsudirmanpark.co.cc

dapat mengirimkan email to admin@fkpsudirmanpark.co.cc jangan lupa tuliskan nama anda inginkan,

-This email unlimited

-Capacity inbox 6 GB.

-Support Webmail, POP3 AND SMTP ,Can Download with outlook express,etc and more email client

-Technical Support 24 Hours

-Free Spam and Advertisement

-See Webmail login in http://partnerpage.google.com/fkpsudirmanpark.co.cc
Read More......

Kamis, 17 Juli 2008

Jakarta: In Need of Improvements

Andre Vitchek
Worldpress.org contributing editor.

Posting to This Blog by:Audrey Silvia

Today, high-rises dot the skyline, hundreds of thousands of vehicles belch fumes on congested traffic arteries and super-malls have become the cultural centers of gravity in Jakarta , the fourth largest city in the world. In between towering super-structures, humble kampongs house the majority of the city dwellers, who often have no access to basic sanitation, running water or waste management.
Pada saat ini, gedung pencakar langit, jalanan macet dipadati oleh ratusan ribu kendaraan, dan mal-mal raksasa telah menjadi pusat kebudayaan Jakarta , yang notabene merupakan kota terbesar ke-4 di dunia. Terjepit diantara gedung tinggi, terhampar perkampungan dimana bermukim sebagian besar penduduk Jakarta yang tidak memiliki akses sanitasi dasar, air bersih atau pengelolaan limbah.

While almost all major capitals in the Southeast Asian region are investing heavily in public transportation, parks, playgrounds, sidewalks and cultural institutions like museums, concert halls and convention centers, Jakarta remains brutally and determinately 'pro-market' profit-driven and openly indifferent to the plight of a majority of its citizens who are poor.
Disaat hampir semua kota-kota utama lain di Asia Tenggara menginvestasikan dana besar-besaran untuk tr ansportasi publik, taman kota, taman bermain, trotoar besar, dan lembaga kebudayaan seperti museum, gedung konser, dan pusat pameran, Jakarta tumbuh secara BRUTAL dengan berpihak hanya pada PEMILIK MODAL dan TIDAK PEDULI akan nasib mayoritas penduduknya yang MISKIN.

Most Jakartans have never left Indonesia , so they cannot compare their capital with Kuala Lumpur or Singapore ; with Hanoi or Bangkok . Comparative statistics and reports hardly make it into the local media. Despite the fact that the Indonesian capital is for many foreign visitors a 'hell on earth,' the local media describes Jakarta as "modern," "cosmopolitan, " and "a sprawling metropolis."
Kebanyakan penduduk Jakarta belum pernah pergi ke luar negeri, sehingga mereka tidak dapat membandingkan kota Jakarta dengan Kuala Lumpur atau Singapura, Hanoi atau Bangkok . Liputan dan statistik pembanding juga jarang ditampilkan oleh media massa setempat. Meskipun bagi para wisatawan asing Jakarta merupakan NERAKA DUNIA, media massa setempat menggambarkan Jakarta sebagai kota "modern", "kosmopolitan" , dan "metropolis" .

Newcomers are often puzzled by Jakarta 's lack of public amenities. Bangkok , not exactly known as a user-friendly city, still has several beautiful parks. Even cash-strapped Port Moresby , capital of Papua New Guinea , boasts wide promenades, playgrounds, long stretches of beach and sea walks. Singapore and Kuala Lumpur compete with each other in building wide sidewalks, green areas as well as cultural establishments. Manila , another city without a glowing reputation for its public amenities, has succeeded in constructing an impressive sea promenade dotted with countless cafes and entertainment venues while preserving its World Heritage Site at In tramuros. Hanoi repaved its wide sidewalks and turned a park around Huan-Kiem Lake into an open-air sculpture museum.
Para pendatang/wisatawan seringkali terheran-heran dengan kondisi Jakarta yang tidak memiliki taman rekreasi publik. Bangkok, yang tidak dikenal sebagai kota yang ramah publik, masih memiliki beberapa taman yang menawan. Bahkan, Port Moresby, ibukota Papua Nugini, yang miskin, terkenal akan taman bermain yang besar, pantai dan jalan setapak di pinggir laut yang indah.

But in Jakarta , there is a fee for everything. Many green spaces have been converted to golf courses for the exclusive use of the rich. The approximately one square kilometer of Monas seems to be the only real public area in a city of more than 10 million. Despite being a maritime city, Jakarta has been separated from the sea, with the only focal point being Ancol, with a tiny, mostly decrepit walkway along the dirty beach dotted with private businesses.
Di Jakarta kita perlu biaya untuk segala sesuatu. Banyak lahan hijau diubah menjadi lapangan golf demi kepentingan orang kaya. Kawasan Monas seluas kurang lebih 1 km persegi bisa jadi merupakan satu-satunya kawasan publik di kota berpenduduk lebih dari 10 juta ini. Meskipun menyandang predikat kota maritim, Jakarta telah terpisah dari laut dengan Ancol menjadi satu-satunya lokasi rekreasi yang sebenarnya hanya berupa pantai kotor.

Even to take a walk in Ancol, a family of four has to spend approximately $4.50 (40,000 Indonesian Rupiahs) in entrance fees, something unthinkable anywhere else in the world. The few tiny public parks which survived privatization are in desperate condition and mostly unsafe to use.
Bahkan kalau mau jalan-jalan ke Ancol, satu keluarga dengan 4 orang anggota keluarga harus mengeluarkan uang Rp 40.000 untuk tiket masuk, satu hal yang tak masuk akal di belahan lain dunia. Beberapa taman publik kecil kondisinya menyedihkan dan tidak aman.

There are no sidewalks in the entire city, if one applies international standards to the word "sidewalk." Almost anywhere in the world (with the striking exception of some cities in the United State , like Houston and Los Angeles ) the cities themselves belong to pedestrians. Cars are increasingly discouraged from travelling in the city centres. Wide sidewalks are understood to be the most ecological, healthy and efficient forms of short-distance public transportation in areas with high concentrations of people.
Sama sekali tidak ditemui tempat pejalan kaki di seluruh penjuru kota (tempat pejalan kaki yang dimaksud adalah sesuai dengan standar "internasional" ). Nyaris seluruh kota-kota di dunia (kecuali beber
apa kota di AS, seperti Houston dan LA) ramah terhadap pejalan kaki. Mobil seringkali tidak diperkenankan berkeliaran di pusat kota . Trotoar yang lebar merupakan sarana tr ansportasi publik jarak pendek yang paling efisien, sehat, dan ramah lingkungan di daerah yang padat penduduk.

In Jakarta , there are hardly any benches for people to sit and relax, and no free drinking water fountains or public toilets. It is these small, but important, 'details' that are symbols of urban life anywhere else in the world.
Di Jakarta, nyaris tidak dijumpai bangku untuk duduk dan rileks, tidak ada keran air minum gratis atau toilet umum. Ini memang remeh, tapi sangat penting, merupakan suatu detil yang menjadi simbol kehidupan perkotaan di bagian lain dunia.

Most world cities, including those in the region, want to be visited and remembered for their culture. Singapore is managing to change its 'shop-till-you- drop' image to that of the centre of Southeast Asian a
rts. The monumental Esplanade Theatre has reshaped the skyline, offering first-rate international concerts in classical music, opera, ballet, and also featuring performances from some of the leading contemporary artists from the region. Many performances are subsidized and are either free or cheap, relative to the high incomes in the city-state.
Sebagian besar kota-kota dunia, ingin dikunjungi dan dikenang akan kebudayaannya. Singapura sedang berupaya mengubah ci tr a kota belanjanya menjadi jantung kesenian Asia Tenggara. Esplanade Thea tr e yang monumental telah mengubah wajah kota Singapura, dimana ia menawarkan konser musik klasik, balet, dan opera internasional kelas satu, disamping pertunjukan artis kontemporer kawasan. Banyak pertunjukan yang disubsidi dan seringkali gratis atau murah, bila dibandingkan dengan pendapatan warga kota yang relatif tinggi.

Kuala Lumpur spent $100 million on its philharmonic concert hall, which is located right under the Petronas Towers , among the tallest buildings in the world. This impressive and prestigious concert hall hosts local orches tr a companies as well top international performers. The city is currently spending further millions to refurbish its museums and galleries, from the National Museum to the National Art Gallery .

Kuala Lumpur menghabiskan $100 juta untuk membangun balai konser philharmonic yang terletak persis dibawah Pe tr onas Tower , salah satu gedung tertinggi di dunia. Balai konser prestisius dan impresif ini mempertunjukkan grup orkes tr a lokal dan internasional. Kuala Lumpur juga sedang menginvestasikan beberapa juta dolar untuk memugar museum dan galeri, dari Museum Nasional hingga Galeri Seni Nasional.

H
anoi is proud of its culture and arts, which are promoted as its major at tr action millions of visitors flock into the city to visit countless galleries stocked with canvases, which can be easily described as some of the best in Southeast Asia . Its beautifully restored Opera House regularly offers Western and Asian music treats.
Hanoi bangga akan budaya dan seninya, yang dipromosikan guna menarik jutaan turis untuk mengunjungi galeri-galeri lukisan yang tak terhitung jumlahnya, dimana lukisan tersebut merupakan salah satu yang terbaik di Asia Tenggara. Gedung Operanya yang dipugar secara reguler mempertunjukkan pagelaran musik Asia dan Barat.

Bangkok's colossal temples and palaces coexist with ex tr emely cosmopolitan fare international theater and film festivals, countless performances, jazz clubs with local and foreign artists on the bill, as well as authentic culinary delights from all corners of the world. When it comes to music, live performances and nightlife, there is no city in Southeast Asia as vibrant as Manila .
Candi-candi dan istana kolosal di Bangkok eksis berdampingan dengan teater dan festival film internasional, klub jazz yang tak terhitung jumlahnya, dan juga pilihan kuliner otentik dari segala penjuru dunia. Kalau bicara musik dan kehidupan malam, tak ada kota di Asia Tenggara yang semeriah Manila .

Now back to Jakarta . Those who have ever visited the city's 'public libraries' or National Archives building will know the difference. No wonder; in Indonesia education, culture and arts are not considered to be 'profitable' (with the exception of pop music), and are therefore made absolutely irrelevant. The country spends the third lowest amount in the world on education (according to The Economist, only1.2 percent of its GDP) after Equatorial Guinea and Ecuador (there the situation is now rapidly improving with the new progressive government).
Nah, sekarang balik ke Jakarta . Siapapun yang bernah berkunjung ke "perpustakaan umum" atau gedung Arsip Nasional pasti tahu bedanya. Tak heran, dalam pendidikan Indonesia, budaya dan seni tidak dianggap "menguntungkan" (kecuali musik pop), sehingga menjadi tidak relevan. Indonesia merupakan negara dengan ANGGARAN PENDIDIKAN TERENDAH nomor 3 di dunia - Masya Alloh! (pent.) - (menurut The Economist, hanya 1,2% dari PDB) setelah Guyana Khatulistiwa dan Ekuador (di kedua negara tersebut keadaan sekarang berkembang cepat berkat pemerintahan baru yang progresif)

Museums in Jakarta are in appalling condition, offering absolutely no important international exhibitions. They look like they fell on the city from a different era and no wonder the Dutch built almost all of them. Not only are their collections poorly kept, but they lack elements of modernity there are no elegant cafes, museum shops, bookstores or even public archives. It appears that the individuals running them are without vision and creativity. However, even if they did have inspired ideas, there would be no funding to carry them out.
Museum di Jakarta berada dalam kondisi memprihatinkan, sama sekali tidak menawarkan eksibisi internasional. Museum tersebut terlihat seperti berasal dari zaman baheula dan tak heran kalau Belanda yang membangun kesemuanya. Tidak hanya koleksinya yang tak terawat, tapi juga ketiadaan unsur-unsur modern seperti kafe, toko cinderamata, toko buku atau perpustakaan publik. Kelihatannya manajemen museum tidak punya visi atau kreativitas. Bahkan, meskipun mereka punya visi atau kreativitas, pasti akan terkendala dengan ketiadaan dana.

It seems that Jakarta has no city planners, only private developers that have no respect for the majority of its inhabitants who are poor (the great majority, no matter what the understated and manipulated government statistics say). The city abandoned itself to the private sector, which now controls almost everything, from residential housing to what were once public areas.
Sepertinya Jakarta tidak punya perencana kota, hanya ada pengembang swasta yang tidak punya respek atau kepedulian akan mayoritas penduduk yang miskin (mayoritas besar, tak peduli apa yang dikatakan oleh data statistik yang seringkali DIMANIPULIR pemerintah). Kota Jakarta praktis menyerahkan dirinya ke sektor swasta, yang kini nyaris mengendalikan semua hal, mulai dari perumahan hingga ke area publik.

While Singapore decades ago, and Kuala Lumpur recently, managed to fully eradicate poor, unsanitary and depressing kampongs from their urban areas, Jakarta is unable or unwilling to offer its citizens subsidized, affordable housing equipped with running water, electricity, a sewage system, wastewater tr eatment facilities, playgrounds, parks, sidewalks and a mass public transportation system.
Sedangkan beberapa dekade yang lalu di Singapura, dan baru-baru ini di Kualalumpur, mereka berhasil menghilangkan total perkampungan kumuh dari wilayah kota, namun Jakarta tidak mampu atau tidak mau memberikan warganya perumahan bersubsidi dengan harga terjangkau yang dilengkapi dengan air ledeng, lis tr ik, sistem pembuangan limbah, taman bermain, tr otoar dan sistem tr ansportasi massal.

Rich Singapore aside, Kuala Lumpur with only 2 million inhabitants boasts one metroline (Putra Line), one monorail, several efficient Star LRT lines, suburban tr ain links and high-speed rail system connecting the city with its new capital Putrajaya. The "Rapid" system counts on hundreds of modern, clean and air-conditioned buses. Transit is subsidized; a bus ticket on "Rapid" costs only $.60 (2 Malaysian Ringgits) for unlimited day use on the same line. Heavily discounted daily and monthly passes are also available.
Selain Singapura, Kualalumpur dengan berpenduduk hanya 2 juta jiwa memiliki satu jalur Me tr o (Pu tr a Line), satu monorail, beberapa jalur LRT Star yang efisien, dan jaringan keretaapi kecepatan tinggi yang menghubungkan kota dengan ibu kota baru Pu tr ajaya. Sistem "RApid" memiliki ratusan bus modern, bersih, dan ber-AC. Tarifnya disubsidi, tiket bus Rapid hanya sekitar 2 Ringgit (kuranglebih Rp 4600) untuk penggunaan tak terbatas sepanjang hari di jalur yang sama. Tiket abonemen bulanan dan harian yang sangat murah juga tersedia.

Bangkok contracted German firm Siemens to build two long "Sky Train" lines and one me tr o line. It is also utilizing its river and channels as both public transportation and as a tourist attraction. Despite this enormous progress, the Bangkok city administration claims that it is building an additional 50 miles (80 kilometers) of tracks for these systems in order to convince citizens to leave their cars at home and use public transportation. Polluting pre-historic buses are being banned from Hanoi , Singapore , Kuala Lumpur and gradually from Bangkok . Jakarta , thanks to corruption and phlegmatic officials, is in its own league even in this field.
Bangkok menunjuk kon tr aktor Siemens dari Jerman untuk membangun 2 jalur panjang "Sky Train" dan satu jalur me tr o. Bangkok juga memanfaatkan sungai dan kanal sebagai tr ansportasi publik dan objek wisata. Pemerintahan kota Bangkok juga mengklaim bahwa mereka sedang membangun jalur tambahan sepanjang 80 km untuk sistem tersebut guna meyakinkan penduduk untuk meninggalkan mobil mereka di rumah dan memanfaatkan tr ansportasi umum. Bus-bus kuno yang berpolusi sudah sepenuhnya dilarang beroperasi di Hanoi , Singapura, Kualalumpur, dan Bangkok . Jakarta ? Berkat korupsi dan pejabat pemerintahan yang tak kompeten, Jakarta tenggelam dalam kondisi yang berkebalikan dengan kota-kota tersebut.

Mercer Human Resource Consulting, in its reports covering quality of life, places Jakarta repeatedly on the level of poor African and South Asian cities, below metropolises like Nairobi and Medellin .
Mercer Human Resource Consulting, dalam laporannya tentang kualitas hidup, menempatkan Jakarta di posisi setara dengan kota-kota miskin di Afrika dan Asia Selatan, bahkan dibawah kota Nairobi dan Medellin

Considering that it is in the league with some of the poorest capitals of the world, Jakarta is not cheap. According to the Mercer Human Resource Consulting 2006 Survey, Jakarta ranked as the 48th most expensive city in the world for expatriate employees, well above Berlin (72nd), Melbourne (74th) and Washington D.C. (83rd). And if it is expensive for expa tr iates, how is it for local people with a GDP per capita below $1,000?
Walaupun Jakarta menjadi salah satu ibukota terburuk di dunia, hidup disana tidaklah murah.Menurut Survey Mercer Human Resource Consulting tahun 2006, Jakarta menduduki peringkat 48 kota termahal di dunia untuk ekspa tr iat, jauh diatas Berlin (peringkat 72), Melbourne (74) dan Washington DC (83). Nah, kalau untuk ekspa tr iat saja mahal, apalagi buat penduduk lokal yang pendapatan perkapita DIBAWAH $1000??

Curiously, Jakartans are silent. They have become inured to appalling air quality just as they have gotten used to the sight of children begging, even selling themselves at the major intersections; to entire communities living under elevated highways and in slums on the shores of canals turned into toxic waste dumps; to the hours-long commutes; to floods and rats.
Anehnya, orang Jakarta diam seribu bahasa. Mereka pasrah akan kualitas udara yang jelek, terbiasa dengan pemandangan pengemis di perempatan jalan, dengan kampung kumuh di bawah jalan layang dan di pinggir sungai yang kotor dan penuh limbah beracun, dengan kemacetan berjam-jam, dengan banjir dan tikus.

But if there is to be any hope, the truth has to eventually be told, and the sooner the better. Only a realistic and brutal diagnosis can lead to treatment and a cure. As painful as the truth can be, it is always better than self-deceptions and lies. Jakarta has fallen decades behind capitals in the neighbouring countries in aesthetics, housing, urban planning, standard of living, quality of life, health, education, culture, transportation, food quality and hygiene. It has to swallow its pride and learn from Kuala Lumpur , Singapore , Brisbane and even in some instances from its poorer neighbours like Port Moresby , Manila and Hanoi .
Kalau saja ada sedikit harapan, kebenaran pasti akan terucap, dan semakin cepat semakin baik. Hanya diagnosis kejam dan realistis yang bisa mengarah pada obat. Betapapun pahitnya kebenaran, tetap saja lebih baik ketimbang dusta dan penipuan. Jakarta telah tertinggal jauh dibelakang ibukota lain negara tetangga dalam hal estetika, pemukiman, kebudayaan, tr ansportasi, dan kualitas dan higiene makanan. Sekarang Jakarta telah kehilangan kebanggaan dan mesti belajar dari Kualalumpur, Singapura, Brisbane, dan bahkan dalam beberapa hal dari tetangganya yang lebih miskin seperti Port Moresby, Manila, dan Hanoi.

Comparative statistics have to be transparent and widely available. Citizens have to learn how to ask questions again, and how to demand answers and accountability. Only if they understand to what depths their city has sunk can there be any hope of change. "We have to watch out," said a concerned Malaysian filmmaker during New Year's Eve celebrations in Kuala Lumpur . " Malaysia suddenly has too many problems. If we are not careful, Kuala Lumpur could end up in 20 or 30 years like Jakarta !"
Data statistik harus tr ansparan dan tersedia luas. Warga harus belajar bertanya dan bagaimana untuk memperoleh jawaban dan akuntabilitas. Hanya kalau mereka memahami seberapa dalamnya kota mereka telah terperosok, maka barulah ada harapan. "Kita harus berhati-hati" kata produser film Malaysia dalam perayaan tahun baru di Kualalumpur. " Malaysia punya banyak masalah. Kalau kita tidak hati-hati, dalam 20-30 tahun Kualalumpur akan bernasib sama seperti Jakarta !"

Could this statement be reversed? Can Jakarta find the strength and solidarity to mobilize in time catch up with Kuala Lumpur ? Can decency overcome greed? Can corruption be eradicated and replaced by creativity? Can private villas shrink in size and green spaces, public housing, playgrounds, libraries, schools and hospitals expand?
Dapatkah pernyataan ini dibalik? Mampukah Jakarta menemukan kekuatan dan solidaritas untuk mobilisasi sehingga dapat menyaingi Kualalumpur? Mampukah kecukupan mengatasi keserakahan? Dapatkah korupsi diberantas dan diganti dengan kreatifitas? Akankah ukuran vila pribadi mengecil, dan kawasan hijau, perumahan publik, taman bermain, perpustakaan, sekolah dan rumah sakit berkembang pesat?

An outsider like me can observe, tell the story and ask questions. Only the people of Jakarta can offer the answers and solutions.
Orang luar seperti saya hanya dapat mengamati, bercerita, dan bertanya. Dan hanya masyarakat Jakarta yang punya jawaban dan solusinya


Read More......

Rabu, 09 Juli 2008

Tip Yuridis Membeli Rumah


Penulis, konsultan hukum properti dan Direktur Lembaga Advokasi Konsumen Perumahan dan Pemukiman Rakyat

Konsumen perumahan di Indonesia seolah tak berdaya menghadapi tingkah laku pengembang (developer) yang merugikannya. Buktinya, sudah ribuan orang yang menjadi korban perumahan fiktif. Pada perumahan tidak fiktif pun konsumen juga sering kali tak berdaya. Konsumen dirugikan, misalnya karena penyerahan rumah yang tak sesuai jadual atau spesifikasi rumah yang tak sesuai dengan janji.
Benarkah posisi konsumen begitu lemah? Sebenarnya tidak. Jika konsumen menyadari dan mau menegakan hak-haknya, posisi konsumen malah sangat kuat. Apalagi mau menggalang kekuatan sesama konsumen, posisinya bisa semakin kuat. Mengapa? Pengembang sebenarnya sangat tergantung pada konsumen. Soalnya, pengembang telah mengeluarkan biaya yang besar untuk perizinan, pembebasan lahan, pembangunan, pemasaran dan lain-lainnya. Apalagi, jika untuk semua keperluan tersebut mereka menggunakan dana perbankan, maka biaya bunganya tentulah tidak sedikit.

Dalam keadaan seperti itu, jika pengembang beritikad tidak baik pada konsumen dan konsumen bereaksi keras apalagi bersama-sama, maka hal itu sangat merepotkan pengembang baik secara materil maupun non materil. Karena itu adalah keliru kalau dikatakan lemahnya posisi konsumen disebabkan tidak seimbangnya antara permintaan dengan persediaan rumah. Hal ini hendaknya menjadi pertimbangan bagi konsumen untuk memperkuat posisi tawarnya.



Uraian berikut adalah hal-hal yang perlu diwaspadai konsumen jika melakukan transaksi rumah. Dalam praktek biasanya transaksi dilakukan dalam dua tahap. Pertama, transaksi pada saat pemesanan yang biasa dilakukan pada saat launching atau pameran perumahan. Konsumen mendapat penjelasan secara lisan dari pengembang atau agen pemasarannya. Jika tertarik konsumen diminta menandatangani draf surat pesanan. Dalam surat pesanan tersebut ada klausula bahwa bila konsumen tidak menandatangani PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) sesuai jadual, maka uang pesanan (booking fee) akan hangus. Padahal, ketika menjelaskan pada saat launching atau pameran, pengembang/agen pemasarannya tak pernah memperlihatkan draf PPJB tersebut.

Pada saat ini, sering aspek-aspek hukum diabaikan kedua belah pihak. Yang dibicarakan hanyalah masalah harga, diskon, lokasi, bentuk fisik bangunan. Pada tahap ini pengembang/agen pemasarannya juga selalu mengobral janji-janji indah tentang perumahan yang dipasarkan. Dalam praktek janji-janji menggiurkan tersebut acapkali tak seindah malah bertolak belakang dengan kenyataanya di kemudian hari. Untuk itu, sebaiknya konsumen sebelum menandatangani surat pemesanan, meminta pengembang/agen pemasarannya untuk mencantumkan secara tertulis janji-janji tersebut pada surat pemesanan, lalu menandatanganinya. Kalau perlu ditambah klausula-klausula yang mengamankan posisi konsumen secara hukum.

Kedua, transaksi pada saat penandatanganan PPJB. Konsumen perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut sebelum menandatangani PPJB:

Komparisi perjanjian, yaitu para pihak yang akan menandatangani PPJB. Apakah badan hukum PT pengembang itu telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman? Hal ini penting sehubungan dengan pertanggungjawabannya bila PT itu bubar atau pailit. Lalu apakah direktur yang menandatangani itu telah mendapat persetujuan dari komisaris perseroan, atau bila diwakilkan oleh orang lain selain direksi, harus mendapat kuasa dari direksi.
Premis, yaitu penjelasan awal mengenai perjanjian. Harus ditegaskan bahwa pengembang telah memiliki/mengusai lahan tersebut secara sah dan tidak dalam keadaan dijaminkan. Lalu pengembang telah mendapatkan izin-izin yang diperlukan untuk proyek tersebut, sesuai dengan SK Menpera (atau peraturan yang sedang berlaku sekarang) tentang PPJB rumah.
Isi PPJB yaitu: harga jual dan biaya-biaya lain yang ditanggung konsumen, tanggal serah terima fisik yang tidak boleh melebihi 18 bulan sejak pembayaran pertama, denda keterlambatan bila pengembang terlambat melakukan serah terima fisik kepada konsumen, spesifikasi bangunan dan lokasi, hak konsumen untuk membatalkan perjanjian, bila pengembang lalai akan kewajibannya dengan pembayaran kembali seluruh uang yang telah disetor oleh konsumen berikut denda-dendanya, sebagaimana pengembang membatalkan perjanjian bila konsumen lalai melaksanakan kewajibannya. penandatangan akta jual beli haruslah ada kepastian tanggalnya dan denda bila terjadi keterlambatan penandatangan tersebut. Sehingga tidak hanya keterlambatan serah terima fisik yang didenda dan masa pemeliharaan 100 (seratus) hari sejak tanggal serah terima.
Hal lain yang perlu diperhatikan konsumen adalah pada saat serah terima fisik. Rumah yang diserahkan harus cocok spesifikasinya dengan yang ada di dalam PPJB. Jika tidak sesuai, maka hak konsumen untuk tidak menandatangani berita acara serah terima tersebut, sebelum pengembang menyelesaikannya.


Read More......

Selasa, 08 Juli 2008

Pemerasan Terselubung di Apartemen Meresahkan

JAKARTA - Isu hegemoni pengembang terhadap penghuni apartemen dengan motif ekonomi secara tidak wajar, bukan isapan jempol belaka. Seorang pengurus penghuni rumah susun (PPRS), Apartemen Semanggi, Dina, mengungkapkan praktik-praktik tidak wajar yang dilakukan pengurus lama. Selama hampir 10 tahun sejak 1996, pengelolaan Apartemen Semanggi dikuasai oleh pihak pengembang yang bekerja sama dengan pengurus menerapkan kebijakan kontroversial.

Kebijakan kontroversial diawali dengan penunjukan pengelola tanpa tender. Hal itu jelas-jelas melanggar UU No 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Rusun) yang menjelaskan bahwa pengelola ditunjuk oleh PPRS setelah melalui tender. Pada kenyataannya, di Apartemen Semanggi pengelola dipegang oleh pihak pengembang dan lebih menonjolkan kepentingan mereka ketimbang penghuni.

Pengembang dan pengelola juga hingga saat ini tidak mau menyerahkan gambar perpelaan atau gambar keseluruhan lantai sebagai dasar penghitungan hak dan kewajiban masing-masing penghuni. Tindakan tersebut jelas-jelas melanggar Peraturan Pemerintah No 4 Tahun 1988 Pasal 35 ayat (1) yang menjelaskan kewajiban pengembang menyerahkan dokumen dan gambar rusun atau apartemen kepada penghuni. Tindakan tersebut bisa dikategorikan sebuah pelanggaran pidana.

Pengembang juga secara sepihak menetapkan diskon biaya pelayanan sebesar 12 persen kepada unit-unit besar serta penthouse di Apartemen Semanggi. Hal itu dilakukan agar unit-unit besar yang tidak laku menjadi banyak peminatnya. Kebijakan itu sama artinya dengan menipu penghuni lainnya di mana pemilik kecil dan menengah menyubsidi pemilik unit besar tanpa disadari oleh pemilik kecil dan menengah.

"Hal yang lebih mencengangkan pengurus baru yang berasal dari penghuni, akibat kebijakan itu, penghuni kecil dan menengah telah dirugikan sebesar Rp 830 juta. Pengembang dengan sengaja melakukan 'pemerasan' terselubung demi meraih untung," ujar Dina.

Apartemen Semanggi memiliki 356 unit dengan keseluruhan 25 lantai yang selesai dibangun tahun 1995. Pengembangnya adalah PT Artha Guna Sarana Pratama, yang merupakan anak perusahaan PT Bangun Cipta.

Lebih lanjut dia menjelaskan, untuk mengeruk keuntungan dari penghuni apartemen, pengelola juga mengklaim seluruh lantai dasar apartemen sebagai milik mereka. Oleh pengembang lantai dasar dijadikan tambang uang dengan membangun restoran, pusat bisnis, salon, klinik, usaha laundry dan berbagai jenis usaha lainnya. Semua keuntungan masuk ke kas pengembang tanpa sepersen pun diberikan kepada PPRS. Padahal, menurut Dina, dalam sertifikat jual beli disebutkan bahwa lantai dasar merupakan bagian bersama yang menjadi hak seluruh penghuni.

"Hebatnya lagi demi mengeruk keuntungan, pengelola menjual koridor di lantai 25 kepada salah satu penthouse. Padahal sesuai UU koridor seharusnya menjadi milik bersama penghuni," paparnya.

Saat ditanyakan kepada pihak pengembang, mereka mengatakan koridor itu sudah dibeli penthouse dan dibuat sertifikatnya. Padahal, menurut Kantor BPN yang ditemui pengurus baru, koridor tidak boleh menjadi milik pribadi, apalagi disertifikatkan.

Akibat kesewenang-wenangan itu, pihak penghuni pun bergerak dan mendesak agar pengurus lama diganti. Atas kesepakatan penghuni dibentuk pengurus baru, namun yang sangat disesalkan pihak pengelola dan pengembang hingga saat ini tidak mau menyerahkan semua dokumen dan uang kas yang besarnya mencapai ratusan juta rupiah kepada pengurus baru. Mereka selalu berkelit dan bertahan untuk tidak menyerahkan kas tersebut.

Sementara itu, para penghuni Apartemen Bumi Mas Cilandak Jakarta Selatan, Senin (20/3) mendatang, akan melakukan rapat anggota. Rapat itu untuk menentukan sikap mereka terhadap pengembang.

Menurut Sri Rejeki, salah seorang penghuni, rapat anggota tersebut akan membahas berbagai hal hubungan antara penghuni dan pengelola yang selama ini cenderung merugikan penghuni. Mereka juga meminta pengembang untuk tidak lagi mengintervensi pengurus dan mereka juga mendesak terjadi penggantian PPRS di Apartemen Bumi Mas. (L-11)
Read More......

Jumat, 04 Juli 2008

Aksi Solidaritas Melawan "Pengembang Hitam"

Apartemen dan Kios Dijadikan "Mesin Uang"

JAKARTA - Sejumlah penghuni apartemen dan pemilik kios di sejumlah mal dan plasa di Jakarta, bertekad untuk terus melakukan gerakan perlawanan terhadap "pengembang hitam" yang dianggap memeras mereka. Aksi solidaritas antarpenghuni apartemen dan pemilik kios itu, terus digalang untuk memperkuat perjuangan melepaskan diri dari cengkeraman pengembang hitam.

Demikian disampaikan Ketua Forum Perhimpunan Penghuni Apartemen dan Pemilik Kios, Pratiwi Ibnu Tadji dan penggagas gerakan perlawanan lainnya, Fifi Tanang secara terpisah kepada Pembaruan di Jakarta, Rabu (22/3).

Menurut keduanya, aksi pengembang hitam saat ini bukan hanya meresahkan, namun sudah seperti mafia yang mencengkeram mangsanya sedemikian kuat.

Ibnu menceritakan suasana rapat anggota Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) Apartemen Bumimas yang penuh intimidasi terhadap penghuni yang dinilai kritis, Senin (20/3). Ketidakwajaran rapat anggota itu terlihat dari hadirnya sejumlah aparat kepolisian dari Polsek Cilandak dan beberapa orang yang diduga preman bayaran.

"Kalau bukan intimidasi psikologis, buat apa dong rapat anggota sebuah organisasi, semacam PPRS, dihadiri aparat keamanan dan oknum yang diduga preman," ujar Ibnu.

Rapat anggota itu juga semakin tidak wajar dengan kehadiran konsultan perumahan dan notaris, yang juga turut berbicara dalam rapat itu. Belum lagi peserta rapat yang mendapat surat kuasa, padahal tidak memiliki hubungan keluarga sedikit pun dengan pemberi kuasa.

"Hebatnya, para pemegang surat kuasa ini pun memiliki hak untuk memilih dan dipilih. Semua kejanggalan itu merupakan bentuk pelanggaran terhadap AD/ART PPRS yang dibuat kaki-tangan pengembang sendiri," ujar Ibnu.

Ibnu juga mempersoalkan pelanggaran AD/ART lainnya yang dilakukan ketua PPRS Bumimas. Bentuk pelanggaran itu antara lain tidak pernah memberi laporan pengelolaan keuangan service charge kepada anggota, serta tidak melaksanakan rapat anggota setiap tahun. Padahal, kedua hal itu wajib dilakukan sesuai aturan AD/ART.

"Ketika kami meminta Ketua PPRS mundur karena melanggar AD/ART, mereka mengancam untuk memvoting persoalan yang jelas-jelas diatur dalam AD/ART," ujar Ibnu.

Karena selalu bersikap kritis, unit apartemen milik Ibnu pernah dimatikan aliran listriknya selama enam tahun.

"Mesin Uang"

Sementara itu, Fifi Tanang yang saat ini menjadi Ketua PPRS Apartemen Mangga Dua Court (MDC), menilai pengembang dengan sengaja menjadikan apartemen dan kios sebagai "mesin uang" mereka. Awalnya, tanpa disadari oleh penghuni dan pemilik, mereka masuk dalam jebakan-jebakan yang sudah diatur pengembang.

Hal paling kentara adalah pemberlakuan service charge, pembayaran rekening listrik dan air, serta pemanfaatan bagian bersama yang dikuasai sepenuhnya oleh pengembang. Sejak awal, PT Duta Pertiwi (DP) sebagai pengembang dan pengelola yang merupakan kaki tangan DP tidak pernah menyerahkan gambar pertelaan kepada penghuni.

"Jika kami komplain atau mempersoalkan klausul-klausul yang tidak jelas atau menjebak, kunci unit apartemen yang sudah kami bayar itu tidak diserahkan kepada kami," ujar Fifi.

Selain itu, perlawanan terhadap aturan yang sewenang-wenang itu berakibat pemutusan aliran listrik di kios atau apartemen penghuni. Untuk menghidupkannya lagi, kita harus membayar biaya pemasangan baru," ujar Fifi.

Lebih lanjut Fifi mengungkapkan, bentuk lain kesewenang-wenangan Duta Pertiwi sebagai pengembang di apartemen MDC, yakni penyertifikatan sebagian ruang lobby yang merupakan bagian milik bersama. Sejak Fifi dan penghuni lainnya mengambil alih PPRS MDC hingga saat ini, pihak DP tidak membayar service charge yang menjadikan kewajiban mereka.

"Totalnya mencapai Rp 1,3 miliar. Mereka juga menolak memberikan laporan pengelolaan keuangan selama mereka menjadi pengelola apartemen MDC," katanya.

Pihak DP yang akan dikonfirmasi tentang hal itu, belum bisa dihubungi. (L-11)
Read More......

Selasa, 01 Juli 2008

Duta Pertiwi ‘di-KO' Penghuni Mangga Dua Court

Status tanah Rumah Susun Mangga Dua Court adalah HPL. Tapi pengembang Duta Pertiwi menginformasikan ke pembeli status tanah tersebut adalah HGB. Tertipu!

KabarIndoensia - Bak David versus Goliath. Si David adalah Fifi Tanang, sementara si Goliath adalah PT Duta Pertiwi Tbk. Ending kisahnya juga serupa. David yang diperankan Fifi berhasil merobohkan si Goliath di ujung laga. "Kemenangan yang sungguh luar biasa," ujar Fifi tersenyum.

Fifi Tanang memang pantas tersenyum. Gugatan terhadap PT Duta Pertiwi Tbk yang mengatasnamakan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Mangga Dua Court (PPRS MDC), Senin (14/4) silam, dikabulkan sebagian majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Sebaliknya, dalam bagian lain putusan majelis juga menolak gugatan rekonpensi Duta Pertiwi. Gugatan itu berisi tuduhan pencemaran nama baik karena telah menyeret Duta Pertiwi ke persidangan. Fifi sendiri adalah Ketua PPRS MDC.

Ikhwal ini berawal pada pertengahan 2007 silam. PPRC MDC melalui Fifi dan Tjandra Widjaja selaku sekretaris, melayangkan gugatan karena merasa ditipu pihak Duta Pertiwi yang tak menginformasikan adanya hak pengelolaan lahan (HPL) di atas tanah. Pemberitahuan yang diberikan adalah tanah tersebut berstatus hak guna bangunan (HGB).

Selain menggugat Duta Pertiwi, di kasus ini PPRC MDC juga menggugat Direktur Utama Duta Pertiwi sebagai tergugat II, Notaris Arikanti Natakusumah sebagai tergugat III, BPN dengan tembusan Kantor Pertanahan Jakarta Pusat sebagai tergugat IV, dan Biro Perlengkapan Provinsi DKI Jakarta sebagai tergugat V. Namun, pengadilan hanya memutuskan tergugat I, II, dan III yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum.

Kuasa hukum PPRC MDC, Averous R. Sanit Ave mengaku puas dengan hasil tersebut. "Walau cuma dikabulkan sebagian, tapi memberi kami harapan mendapatkan keadilan," jelasnya.
Keputusan majelis hakim memenangkan gugatan PPRC MDC, kata Averous, merujuk ketentuan jual beli dalam Pasal 1474 KUHPerdata. Pasal itu mengatur tentang kewajiban utama penjual terhadap pembeli, yaitu menyerahkan barang dan menanggungnya.

Penyerahan barang dalam kasus ini adalah pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan dan hak milik si pembeli. Sedangkan penanggungan yang diatur dalam Pasal 1491 menyatakan bahwa penjual harus menjamin dua hal kepada pembeli. Pertama adalah penguasaan barang yang dijual itu secara aman dan tenteram. Sementara yang kedua adalah tak ada cacat yang tersembunyi pada barang itu, atau yang sedemikian rupa sehingga menimbulkan alasan untuk pembatalan pembelian tersebut.

"Duta Pertiwi dan tergugat II serta tergugat III juga dianggap melanggar azas kepatutan dan ketelitian sebagai salah satu unsur perbuatan melawan hukum," terang Averous.

Akibat kekalahan ini, Duta Pertiwi, tergugat II dan tergugat III terkena kewajiban membayar biaya yang harus dikeluarkan penggugat guna memeroleh persetujuan pemegang HPL untuk memperpanjang HGB.

Sebagai catatan, seorang pemegang HGB yang di atasnya ada HPL diwajibkan mengeluarkan biaya ekstra untuk memperpanjang HGB-nya. Besar biaya ekstra itu diatur dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2001 yakni sebesar lima persen dari luas tanah dikalikan dengan nilai jual objek pajak (NJOP).( Oleh : Rio Bembo Setiawan-www.kabarindonesia.com]

Read More......